Senin, 07 Februari 2011

Memanfaatkan Waktu Secara Produktif

Bila Anda ingin bahagia, buatlah tujuan yang bisa mengendalikan pikiran,
melepaskan tenaga, serta mengilhami harapan Anda,

(Andrew Carnegie).

Mengenai pentingnya memanfaatkan waktu, saya terinspirasi kata-kata bijak Benyamin Franklin, “Dost you love life? Then do not squander time, for that is the stuff life is made of.” Apakah Anda mencintai kehidupan? Maka, janganlah memboroskan waktu, sebab waktu merupakan bahan pembentuk kehidupan.

Dari sebuah buku yang pernah saya baca dikatakan bahwa , waktu ibarat sehelai kertas kehidupan yang harus ditulis dengan deretan kalimat kerja dan prestasi. Hidup akan terasa hampa apabila waktu tidak diisi dengan kreasi dan kerja keras. Sungguh merugi bila waktu berlalu begitu saja tanpa mempunyai nilai apa pun. Bila sampai saat ini Anda berumur 35 tahun, seharusnya ada 35 jilid kehidupan yang berjudul nama Anda. Setiap jilid itu terdiri atas 12 bab, 365 halaman, dan setiap halaman terdiri atas 24 baris atau 8.760 kata setiap jilidnya. Apakah baris-baris itu penuh dengan cerita yang “exciting (panas)”, kisah tentang persaingan, kisah perjalanan menuju perpustakaan, diskusi, membaca, dan lain-lain, ataukah hanya deretan kisah tentang tidur, sakit, atau bermalas-malasan. Atau, setiap lembarnya justru kosong tidak berisi tulisan apa pun! Lantas, bagaimana Anda akan berkata pada para pembaca kehidupan Anda bila setiap lembarnya penuh dengan kertas kosong?

Menghargai wak­tu adalah kunci ke­ber­hasilan dalam hi­dup. Sebuah pepatah mengatakan, waktu iba­rat pedang, jika tidak kita gunakan untuk me­motong, waktu itu akan balik memotong kita. Waktu juga adalah uang. Tentu saja, uang bukanlah segala-galanya, tapi tanpa uang, segala-galanya menjadi tidak dapat kita raih. Di atas itu semua, waktu adalah ibadah, pengabdian pada Sang Pencipta. Dan menjadi pribadi yang mampu memberi manfaat bagi diri dan sesama adalah bagian dari ibadah itu sendiri. Agama mengajarkan agar kita tidak menjadi beban bagi orang lain. Dengan kata lain, kita harus mampu mandiri. Kemandirian dapat terbangun melalui sikap menghargai waktu.

Jika kita berada di waktu pagi, maka janganlah menunda pekerjaan hingga waktu sore tiba. Orang-orang bijak sering mengatakan, sungguh merugi orang yang hari ini kondisinya sama dengan hari kemarin, dan hari esok lebih buruk dari hari ini. Setiap berganti hari hendaknya kualitas prestasi pun semakin meningkat.

Jadi, hari dan umur kita adalah saat sekarang ini di mana matahari menaungi kita, bukan kemarin dan bukan besok. Karena itu jadikanlah kehidupan kita pada saat ini sebagai kehidupan. Dengan begitu kehidupan kita tidak akan terpengaruh oleh bisikan kegundahan, kesedihan dan kesusahan masa lalu. la juga tidak akan terpengaruh oleh ramalan masa yang akan datang dengan berbagai hantu dan kemajuan yang mengkhawatirkan itu. Jadi, mantapkan diri kita, fokuskan perhatian kita, gunakan ketekunan kita, manfaatkan kreatifitas dan keuletan kita untuk kehidupan pada hari ini, bukan untuk hari kemarin dan besok.

Untuk hari ini kita harus bisa membagi waktu. Hari ini kita harus bisa menanamkan kebaikan, memberikan yang terbaik dan mempersiapkan diri untuk pergi setiap saat. Jalani kehidupan kita dengan penuh kebahagiaan, kesenangan, ketenangan dan ketentraman. Pada dasarnya, usia adalah perjalanan waktu, kita butuh waktu untuk melangsungkan suatu tugas tertentu, apa pun yang terjadi di alam ini tidak mungkin lepas dari campur tangan waktu. Tak pelak lagi, waktu merupakan salah satu dimensi utama di alam ini. Agaknya, kita semua sepakat, kalau waktu sangatlah penting buat kita. Bahkan banyak yang berkata, bahwa waktu itu adalah uang (time is money).

Saya selalu mengingat sebuah kisah unik untuk me­nyegarkan kembali pentingnya makna waktu dalam hidup ini. Suatu saat, seorang sosiolog ditanya tentang sesuatu yang diperlukan oleh manusia agar ia berhasil dan berprestasi, serta mampu mewujudkan obsesi-obsesinya. Apakah kecerdasan? Apakah kelincahan? Apakah uang yang ia miliki? Sosiolog itu segera memotong pertanyaan ini. Dia berkata, “Saya memo­tong pertanyaan Anda bukan karena tidak ingin memberikan kesempatan kepada Anda untuk berbicara secara sempurna. Namun, saya dapati bahwa saya mesti mempergunakan waktu dengan baik. Sehingga saya mempunyai kesempatan untuk berbicara kepada Anda tentang sesuatu yang paling penting yang sering dilalaikan, meskipun ia amat penting bagi manusia agar ia berhasil. Hal itu adalah ‘waktu yang tepat’. Maksudnya, mempergunakan waktu untuk sesuatu yang tepat bagi waktu tersebut.”

Kisah di atas sangat menginspirasi saya, bahwa pe­ngendalian saya atas waktu merupakan salah satu faktor yang membuat saya selama ini bekerja dengan efektif dan menjadi sosok yang berpengaruh dalam kerja. Saya yakin, bahwa kita semua berkeinginan menunaikan pekerjaan kita dengan teliti, di tempat kerja atau di rumah, dan mengatur waktu-waktu kosong dengan cara yang tepat. Hal ini berarti, bahwa ada kemahiran yang harus dimiliki, yaitu “manajemen waktu yang efektif. Karena waktu tidak dapat dihasilkan kembali, tidak dapat diperpanjang, tidak dapat dihentikan, dan tidak dapat diputar ulang.

Kita menyadari, bahwa waktu selalu berjalan setiap saat, teratur tanpa henti, dan pada dasarnya setiap orang telah diberikan bekal waktu yang sama setiap hari. Kedua hal itulah yang mendorong saya untuk selalu berupaya memilih keberhasilan dan prestasi sebagai jalan, untuk menjadikan waktu bekerja demi kepentingan kita. Hal itu saya lakukan dengan cara mendefinisikan apa yang membuang-buang waktu, dan menggunakan batasan waktu yang tertinggi da­lam bekerja, serta menunaikan pelbagai pekerjaan. Maka, beberapa langkah berikut ini saya lakukan, antara lain:

Pertama; Saya selalu berbicara dengan diri sendiri, dan menelaah banyak kejadian pada hari-hari sebelumnya, serta memperhatikannya. Hal itu berdampak positif, karena sedikit banyak akan dapat menyingkapkan dengan tanpa kesulitan dan kelelahan, beberapa waktu yang hilang dari saya dengan sia-sia.

Kedua; Saya meyakini, bahwa menghilangkan kebiasaan menyia-nyiakan waktu, serta tidak menggunakannya untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, adalah perkara yang penting. Hal itu karena dua sebab: Saya akan dapat menuntaskan pekerjaan yang lebih besar. Dan ketika menuntaskan pekerjaan yang lebih banyak, maka saya akan menjadi lebih percaya diri dan lebih mampu untuk bekerja.

Di dalam ajaran agama Islam yang saya yakini, juga telah terkandung anjuran untuk memanfaatkan waktu secara optimal. Islam mengajarkan saya untuk memanfaatkan waktu dengan iman dan amal-amal prestatif, serta membangun nilai kemanusiaan di atas kebenaran dan kesabaran; sehingga seluruh manusia tidak akan berada dalam kerugian. Lihatlah bagaimana waktu pelaksanaan ibadah shalat diatur sedemikian rupa, mengiringi warna alam yang setiap waktu selalu berubah. Siapa saja yang melewatkan waktu-waktu yang telah ditetapkan itu, maka ia akan kehilangan kesempatan meraih kekuatan di baliknya.

Waktu yang tersedia memang harus digunakan untuk amalan produktif atau bekerja. Menurut Quraish Shihab, kata kerja ‘ashara’ pada mulanya berarti “menekan sesuatu, sehingga apa yang terdapat pada bagian terdalam darinya tampak ke permukaan ke luar.” Dengan kata lain, kata tersebut dapat pula diartikan dengan ‘memeras’.

Dengan pemahaman ini, setiap pribadi muslim diingatkan agar pada setiap sore hari seluruh pekerjaan telah selesai. Segala tugas tidak ada lagi yang tertunda (no pending or delay job) karena ‘ashr berarti memeras sesuatu, sehingga tidak ada lagi air yang menetes. Semua pekerjaan telah tuntas, untuk kemudian diikuti dengan tugas lainnya yaitu beribadah. Spektrum warna pada saat ashr adalah oranye yang memiliki rahasia kreativitas, oleh karena itulah orang yang tak jua menghentikan aktivitasnya bekerja saat waktu ashr ini tiba, maka daya krativitasnya akan hilang. Sebagaimana firman-Nya, “Maka apabila engkau telah selesai dari suatu pekerjaan, maka kerjakanlah urusan yang lain dengan sungguh-sungguh” (al-lnsyirah [94]: 7).

Menurut saya, ajaran Islam yang menghendaki untuk memanfaatkan waktu itu merupakan ajaran universal yang bisa diterima oleh semua golongan, kapan pun dan di mana pun. Seperti saya lihat pada salah satu ciri orang modern yang sangat menyikapi waktu dengan sangat bersungguh-sunguh.

Oleh karena itu, jika ingin diakui sebagai manusia modern, maka saya mau tidak mau harus menggunakan jam tangan yang melingkari lengan ini, bukan sekadar gengsi, melainkan benar-benar menunjukkan fungsi. Bahkan, saya bertekad, bahwa jika ingin dianggap orang modern, maka saya harus rela dibentuk oleh sang waktu. Tidak heran jika hari-hari saya, sejak dari mulai bangun tidur di pagi hari sampai kembali ke tempat tidur di malam hari, telah diusahakan untuk mampu menata waktu dengan kegiatan produktif. Dengan demikian ada semacam alarm system dalam diri saya, kapan harus bangun, kapan harus berangkat kerja, kapan ha­rus begini, dan kapan harus begitu. Dari kebiasaan itu semua, setidaknya saya teringat perkataan dari Peter Burn tentang waktu, bahwa di dalam hidup ini kita harus mampu menata dan mengendalikan waktu dengan kegiatan yang produktif,demi kesuksesan pribadi.

Dari pengalaman pribadi saya mengenai hakikat waktu yang sangat berarti dalam hidup itu, bisa dibilang hidup ini bagaikan kecanduan waktu. Saya menjadi tidak mau ada waktu yang hilang dan terbuang tanpa makna. Jiwa ini seakan merintih bila ada satu detik berlalu makna. Bagi saya, waktu adalah rahmat yang tidak terhitung.

Kesadaran terhadap makna waktu merupakan rasa tanggung jawab yang sangat besar atas kemuliaan hidup. Sebagai konsekuensinya, saya selalu berusaha menjadikan waktu sebagai wadah produktivitas. Ada semacam bisikan dalam jiwa ini agar jangan melewatkan barang sedetik pun kehidupan ini tanpa memberi arti.***

0 komentar: