Sabtu, 07 Mei 2011

Pengalaman Menjadi Wartawan Plat Merah

”Mulai” adalah kata yang penuh kekuatan. Cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu adalah, “mulai”.Tapi juga mengherankan, pekerjaan apa yang dapat kita selesaikan kalau kita hanya memulainya?
(Clifford Warren)


Sebagai seorang yang mencintai dunia tulis menulis, membuat saya memilih untuk terlibat di dalam profesi jurnalistik selama menjadi PNS, baik di BPKP maupun di MENPAN. Keterlibatan saya di dunia jurnalistik, berawal ketika saya aktif sebagai wartawan plat merah di sebuah majalah milik BPKP tempat saya bekerja.

Walaupun media yang saya pegang termasuk media milik pemerintah, namun saya berupaya sekuat tenaga untuk membuatnya berkualitas dan layak dibaca banyak orang. Karena, selama ini, anggapan orang terhadap media plat merah adalah kualitas yang rendah, miskin peminat, dan operasionalnya selalu berharap pada sub­sidi pemerintah.

Selama aktif di media plat merah, saya sering mendengar pertanyaan bernada mengkritik, “Apakah media yang dike­lu­ar­kan pemerintah itu dibaca orang?” Mendengar itu, saya yang kebetulan adalah salah satu aktivis “media plat merah”, se­la­lu terdiam dan menganggapnya sebagai sebuah masukan ber­harga, agar media plat merah bisa memperhatikan kualitas isi, seperti media lain yang lebih profesional dan bertiras besar.

Adanya anggapan buruk terhadap media pemerintah itu, saya malah memilih merendah, sambil menjawab dalam hati, bahwa media yang kita kelola itu sebenarnya seolah media internal. Jadi, pembacanya memang spesifik orang tertentu saja, sekalipun disebarkan ke sejumlah daerah. Pembacanya dipastikan adalah orang pemerintah atau mereka yang butuh informasi sesuai tema yang dituliskan itu.

Di satu sisi, saya mafhum, bahwa memang di kalangan jurnalis masih berkembang kebanggaan, bahwa setiap tulisan yang ada, memang dibaca dan dibutuhkan oleh orang-orang atau khalayak. Sehingga sang jurnalis yakin, bahwa tulisannya akan dibaca. Padahal, pembaca–termasuk saya sendiri, dan bahkan mungkin Anda—akan memiliki kemampuan dan keinginan seleksi terhadap informasi yang disajikan. Kalau tak butuh, ya tidak diteruskan untuk dibaca.

Anggapan negatif terhadap media yang berplat merah itu, membuat saya juga agak miris, karena hal ini merupakan salah satu indikasi begitu besarnya diskriminasi terhadap pekerja media milik pemerintah. Bahkan, beberapa episode perdebatan di milis pun sempat santer mengkritisi tatkala orang pemerintah atau PNS bekerja sebagai media umum. Padahal, hal ini banyak terdapat di daerah-daerah. Koran-koran daerah yang tidak memiliki jaringan dengan koran-koran nasional, banyak yang hidup dan dihidupi oleh orang pemerintah.

Namun, semua itu saya hadapi dengan membuktikan, bahwa media pemerintah juga bisa laku dan dicari masyarakat, karena isinya yang berbobot. Untuk itulah, saya bersama teman-teman, bertekad sekuat tenaga untuk menjaga, agar media yang kami jalankan, bisa hidup tanpa subsidi pemerintah.

Untuk mewujudkan impian saya dalam menaikkan kualitas majalah yang kami kelola, maka saya sering kali pulang telat, tidur larut malam, bahkan sering menginap di kantor untuk urusan menghidupi dan menjaga kualitas isi media. Bagi saya, hal tersebut adalah bentuk kerja keras dan pengorbanan yang harus dibayar dengan hilangnya waktu untuk keluarga dan anak-anak saya. Pengalaman tersebut saya dapatkan ketika diberi amanah mengelola majalah Layanan Publik di Kementerian Negara PAN.

Sering kali, di kala kesibukan memaksa saya untuk tidak pulang, wajah istri dan anak-anak tiba-tiba saja hadir dalam benak. Tapi apa daya, diri ini tak sampai. Saya hanya bisa berharap, semua pengorbanan ini akan memberi pemahaman kepada mereka kelak ketika mereka dewasa, bahwa untuk meraih suatu cita-cita atau impian, haruslah menjadi manusia yang kuat, pemberani, dan mau berkorban. Untuk istri dan anak-anakku kulantunkan puisi indah yang ditulis oleh Jenderal Dauglas McArthur untuk anaknya yang akan lahir, ketika ia tidak bisa pulang ka­rena harus memimpin Perang Dunia II. Bunyi puisi itu adalah:

Tuhanku,
Bentuklah putraku menjadi manusia yang kuat,
agar menjadi pemberani manakala dirinya lemah.
Menghadapi dirinya sendiri manakala dia dalam keadaan takut
Jadikan dia manusia yang bangga dan teguh dalam kekalahan
Jujur dan rendah hati serta berbudi halus ketika dalam kemenangan.
Bentuklah putraku menjadi manusia yang semangatnya tak pernah mati, putra yang selalu mengingat Engkau dan mengenali dirinya.

Tuhanku,
Aku mohon agar putraku jangan dipimpin di jalan yang mudah dan lunak,
tetapi di bawah tekanan dan desakan, kesulitan, dan tantangan.
Didiklah putraku supaya tetap teguh ditimpa badai
dan mampu melimpahkan cinta bagi mereka yang gagal
Bentuklah putraku menjadi manusia yang berhati bening,
yang cita-citanya tinggi, putra yang sanggup memimpin dirinya sendiri
sebelum memimpin orang lain.
Putra yang mampu menjangkau masa depan,
tetapi tidak melupakan masa lalunya ketika dia menggapainya.
Aku juga memohon, jadikan pula putraku seorang yang jenaka
agar dalam kesungguhannya tetap ceria.

Tuhanku,
Berilah juga ia kerendahan hati
Agar selalu ingat kesederhanaan, kearifan, kelembutan, dan kekuatan sejati
sehingga suatu saat, aku, ayahnya, berani berkata, “Hidupku tidaklah sia-sia.”

Kerja keras hingga pulang larut malam, bahkan tidak pulang, saya lakukan. Karena saya menyadari, bahwa kualitas isi dan penyajian adalah penting untuk membangun ceruk pasar pembaca yang baru. Hal itu sudah menjadi keharusan bagi sebuah media massa di tengah kompetisi media yang ketat. Jika tidak, selain akan tergusur oleh media yang sudah kuat, posisi media tersebut akan “terancam” oleh media baru yang terus bermunculan.

Apalagi, saat ini media cetak yang menjual informasi, harus bersaing dengan media elektronik yang memberi infor­masi secara gratis, sehingga mengharuskan media massa cetak mencari berbagai cara untuk dapat survive di tengah per­saingan ketat media saat ini, lewat mana saja dengan mengesampingkan subsidi dari pemerintah sebisanya.

Dengan usaha yang sungguh-sungguh, akhirnya, media yang saya jalankan bisa dikatakan berhasil hidup layak. Selain itu, segmentasi pembacanya sudah meluas di luar pemerintah.

Pada kenyatannya, media massa cetak mempunyai segmen-segmen pembaca sendiri, sesuai dengan isinya. Karena itu, terbitan majalah kami, kami buat menjadi beraneka ragam sesuai dengan sasaran pembacanya. Baik untuk kalangan pemerintah pusat maupun daerah dengan memperhatikan kualitas penyajian. Setidaknya, hal itu membuktikan, bahwa berkarya di media plat merah juga memerlukan profesionalitas demi menjaga kualitas yang disukai masyarakat. ***

0 komentar: