Sabtu, 07 Mei 2011

Senang Menulis dan berjuang Lewat Tulisan

Menulis adalah mencipta, dalam suatu penciptaan seseorang mengarahkan tidak hanya semua pengetahuan, daya, dan kemampuannya saja, tetapi ia sertakan seluruh jiwa dan nafas hidupnya.
[Stephen King]

Saya termasuk orang yang senang mengumpulkan ungkapan-ungkapan bijak dan orang-orang sukses di bidang­nya. Salah satunya adalah ungkapan seorang penulis buku best seller bernama Andrias Harefa. Mengenai kemauan atau bakat di bidang tulis-menulis, ia pernah berkata, “Yang mungkin diperlukan bukanlah suatu ‘bakat’ istimewa, tetapi lebih pada keinginan dan minat yang besar untuk mau belajar, membangun kebiasaan menuangkan gagasan lewat tulisan.”

Apa yang diungkapkan Andrias Herefa, setidaknya sesuai dengan apa yang saya lakukan dengan selalu mengasah hobi saya menuliskan gagasan-gagasan. Dan sungguh, saya tidak pernah membayangkan sebelumnya, bahwa di kemudian hari saya bisa menulis beberapa buku seperti sekarang ini. Padahal, saya tidak pernah mendalami ilmu tulis-menulis pada awalnya. Dengan latar belakang kuliah saya di jurusan Akuntansi di sebuah Universitas Negeri, orang pasti menganggap, saya hanya bakat menghitung debit dan kredit. Namun, tanpa diduga, ternyata saya juga bisa menjadi seorang penulis.

Pada awalnya, mungkin banyak orang bertanya menge­nai ada tidaknya bakat saya di dunia penulisan. Karena me­mang, hampir dalam setiap pembahasan mengenai tulis-menulis, orang selalu bertanya atau berargumentasi, soal perlu tidak­nya bakat menulis. Namun, sebenarnya, perdebatan apakah seseorang perlu ada bakat dulu baru bicara menulis buku, sesungguhnya tidak berguna. Katakanlah Anda memvonis diri Anda tidak berbakat, kemudian orang lain ikut-ikutan dengan cap yang Anda buat tadi, maka menulis buku bagi Anda tentulah hanya akan menjadi mimpi belaka.

Jika Anda sudah lebih dulu memvonis diri Anda tak berbakat menulis, tak mampu menulis, tak ada waktu menulis, tak ada ide untuk ditulis, maka jangan harap Anda bisa mem­buat buku. Soal mampu atau tidak mampu, bakat atau tidak bakat, kadang itu hanya soal konstruksi mental yang keliru. Jika konstruksi mental sudah tidak pas, biasanya Anda akan sulit melihat peluang-peluang yang bisa Anda manfaatkan untuk merealisasikan gagasan-gagasan Anda.

Jadi, pada dasarnya, hal terpenting untuk dibenahi terlebih dahulu adalah keyakinan kita, dan berfikir positif, bahwa menulis buku itu tidak sesulit yang kita duga, atau tidak memerlukan kemampuan-kemampuan yang melebihi rata-rata orang. Pengalaman saya yang tidak pernah mendalami seni penulisan buku, atau mengambil kuliah di jurusan sastra, bisa dijadikan pelajaran bagi kita semua, bahwa semua orang bisa menulis buku, dengan satu dan lain cara.

Contoh latar belakang saya telah membukakan wawasan kita, bahwa dari segala macam profesi, latar belakang sosial, pendidikan, bahkan latar belakang usia pun, tak menghalangi orang untuk menulis buku.

Keberhasilan seseorang menuangkan gagasan-gagasan ke dalam sebuah buku, tidaklah turun dari langit, namun memerlukan pembelajaran dan minat. Walaupun profesi saya sebagai PNS, yang sibuk dengan kebijakan-kebijakan di pemerintahan, namun saya senantiasa meluangkan waktu untuk mengasah kemampuan menulis saya melalui berbagai hal, seperti menulis buku harian, surat cinta, menulis puisi, mem­buat pantun, membuat ringkasan, menulis paper, menulis resensi buku, menyusun rencana bisnis, menulis laporan, membuat presentasi, dan sebagainya. Dengan demikian, saya secara tidak sengaja, telah memupuk bakat menulis, karena ini semua merupakan cikal-bakal kemampuan menulis yang sangat potensial.

Selain itu, kemampuan menulis buku juga ditentukan oleh keahlian atau minat kita pada bidang tertentu. Walaupun kita tak pernah menulis sama sekali, tetapi umumnya masing-masing dari kita adalah orang yang menguasai satu bidang tertentu yang unik, menerjuni profesi tertentu, memiliki hobi yang menarik, memiliki kemampuan-kemampuan khusus yang layak jual, suka mendiskusikan hal-hal tersebut, suka mengajari orang lain untuk melakukannya, dan kita sangat menyukai bidang-bidang tadi. Bila itu terjadi, maka sesungguhnya, pe­luang menulis buku juga sangat besar.

Begitu juga saya, saya bisa dikatakan memahami bidang kepemerintahan dan reformasi birokrasi. Kemudian, saya per­­caya, bahwa ke­ah­lian saya di bidang itu saat ini dibutuhkan berbagai pemerintahan daerah yang sedang giat menerapkan praktik good governance dan reformasi birokrasi. Kemudian, saya meyakini, bahwa hal itu layak untuk ditulis dan dipublikasikan. Maka akhirnya, banyak pihak yang berkepentingan dengan ‘keahlian’ saya itu, untuk menjadi modal besar bagi perwujudan sebuah buku. Sehingga, bisa dikatakan, bahwa berbekal apa yang sudah ada dalam diri sendiri pun, kita sudah siap mengarungi proses penulisan buku yang sangat mengesankan.

Pada awalnya, saya sering mengatakan dalam diri sen­diri, “Saya ingin menjadi penulis, tapi rasanya kok sulit sekali, karena saya merasa tidak punya bakat.” Dan dulu, saya selalu menjawab ucapan seperti ini dengan perkataan, “Bakat itu tidak penting. Yang penting adalah kerja keras dan motivasi yang kuat.” Dan setidaknya, hal itu bisa dibuktikan dengan keberhasilan saya menulis beberapa buku.***

0 komentar: